Kamis, 26 Januari 2017

Dirimu yang disana

Aku hanya ingin bilang,

Aku mencintaimu.
Kala menyadarinya, sungguh aku merasa kalah.
Bahwa semudah itu aku jatuh, bahwa semudah itu aku kembali pada jalan yang lalu.
Aku jatuh cinta, kali ini kepadamu.
Aku malu, pada diriku, pada hatiku yang sudah berdiri menyontek tegarnya karang namun masih saja terkikis ombak perhatian-perhatian yang kamu tujukan untukku.

Aku takut.
Tidak, aku merasa kompleks.
Kamu bukanlah entitas yang aku kenal benar-benar.
Kamu bukanlah orang yang mengatakan apa-apa padaku yang tak tahu apa-apa.
Kita bahkan mungkin tinggal dalam dua lingkaran yang tidak bersinggungan.
Namun, bisa apalah aku kalau sudah jatuh lagi begini.
Aku merasa jadi perempuan dengan drama melankoli.  'Bagaimana', 'jika', 'mengapa', 'apakah', dan kata tanya lainnya bergantian mengunjungi celah rasionalku, apakah matahari atau bulan yang menggantung di langit, mereka bertanya tanpa peduli.

Bagaimana jika kamu hanya mempermainkan aku?
Bagaimana jika ini hanya secepat angin lalu?
Bagaimana jika kamu tidak ingin yang lain tahu?
Mengapa kamu begitu misterius?
Mengapa kamu menyukaiku?
Apakah kamu benar-benar menyukaiku?
Apakah kamu merindukanku?
Apakah kamu pernah membayangkan sepuluh tahun lagi bersamaku?
Terus, bertambah, dan semakin menumpuk hingga tak bisa kusebut satu-satu.

Aku tidak tahu.
Kamu tidak pernah mengatakannya, tentang masa lalu, tentang siapa, tentang apa, tentang semuanya.
Atau, kamu berhenti karena gengsi?
Karena takut seperti yang kurasakan?
Aku tidak tahu karena kamu tidak berkata apa-apa padaku, yang tak tahu apa-apa.

Aku cemburu.
Kepada gadis-gadis yang kepada mereka kamu berkata manis, aku cemburu.
Mungkin tidak kukatakan, karena rasionalitasku yang di atas rata-rata segera memadamkan.
Tapi perlu kamu tahu, karena aku wanita, aku juga merasa cemburu.
Lalu, tidakkah kamu juga merasa demikian?

Aku sedih dan kecewa.
Pada waktu yang terbagi.
Pada rutinitas yang menjemukan.
Pada kamu, yang tidak bisa gamblang padaku.
Pada kamu, yang membuatku mencintaimu.
Pada kamu, yang membuatku takut.
Pada kamu, yang membuatku tidak tahu.
Pada kamu, yang membuatku cemburu.
Pada kamu, yang membuatku sedih dan kecewa.

Apakah ini puisi?
Ataukah curahan hati?
Jika pun kamu membaca,
aku hanya punya satu pinta,
bicaralah padaku.

Bicaralah, agar aku tahu bahwa kamu mencintaiku.
Bicaralah, agar kamu bisa menyelimutiku dari rasa takut.
Bicaralah, agar aku menjadi tahu.
Bicaralah, agar rasa cemburu bahkan tidak berani tumbuh.
Bicaralah, agar aku tidak sedih dan kecewa.
Bicaralah, sehingga aku mendapatkan jawaban untuk tanya,
yang tanpa kenal matahari atau bulan yang menggantung di langit, selalu datang seenaknya.
Juga maaf, karena menjadi penipu yang memakai topeng 'aku tidak apa-apa'.

ã…¡scchk. // Sajak Liar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar